BMA Sulteng Mediasi Sengketa Wilayah Adat Sigi dan Poso

Sengketa Batas Wilayah Adat, Badan Musyawarah Adat Sulteng gelar "Libu Nu Ada". (Humas Pemprov Sulteng)
banner 120x600

PALU, lensajurnal.id Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar musyawarah adat atau “Libu Nu Ada” guna menyelesaikan sengketa batas tanah adat antara Kabupaten sigi dan Kabupaten Poso di ruang auditorium Perpustakaan Sulawesi Tengah, Senin (30/1).

Ketua Dewan Adat Kota Palu, Dr. Timudin Bouwo Dg. Mangira, M.Si mengatakan, salah satu tugas BMA adalah memediasi, menfasilitasi serta menjadi mitra pemerintah dalam rangka mengatasi masalah sosial dimasyarakat.

Kali ini, pihaknya memfasilitasi dan memediasi atas terjadinya sengketa mengenai batas wilayah adat antara Kabupaten sigi dan Kabupaten Poso.

Menurutnya, secara hukum keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia dikuatkan oleh UUD 1945 Pasal 18 b ayat 2 serta diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Pedoman Peradilan Adat,

“Jadi kesimpulannya bahwa adat itu ada kesepakatan sehingga apabila hanya salah satu pihak saja yang hadir maka tidak dapat mengambil keputusan,” ujarnya.

Perwakilan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulteng, Wahyudi Saputro, S.H menjelaskan, sebagaimana tugas BPN dalam rangka pendaftaran tanah, pihaknya terikat dengan batas-batas administrasi.

Akan tetapi, kata dia sebagaimana penjelasan dari biro hukum hak atas tanah itu melekat pada pribadi tidak melekat pada administrasi daerahnya, namun apabila secara administrasi pencatatan apabila ini dianggap urgen untuk diselesaikan BPN sangat mendukung.

“Ketika permasalah batas tanah ini sudah jelas, maka kami akan melakukan beberapa kegiatan disana, apabila itu masuk wilayah Kabupaten Poso maka kami akan melalui Kantah Kabupaten Poso dan apabila masuk wilayah Kabupaten Sigi maka kami akan melalui Kantah Kabupaten Sigi,” jelas Wahyudi.

Sekretaris BMA Sulteng, Drs. H. Ardiansyah Lamasituju mengatakan bahwa dalam adat Sulawesi Tengah ketika mengambil suatu keputusan lebih mengutamakan rara (hati).

“Jadi leluhur kita itu ketika mengambil keputusan lebih mengutamakan perasaan” ujarnya.

Ia mengajak agar semua elemen lembaga adat yang ada di Sulteng untuk mengumpulkan semua data agar lebih tegas ketika mengambil sebuah kesimpulan karena kita tidak dapat mengambil kesimpulan atau keputusan secara sepihak.

Pada pelaksanaan “Libu Nu Ada”, yang hadir hanya pihak dari dewan adat Kabupaten Sigi, sehingga Badan Musyawarah Adat Sulteng belum memutuskan perkara atas sengketa batas tanah adat antara Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso.

Hasil musyawarah adat menghasilkan 2 (dua) rekomendasi, yaitu pertama, BMA akan mengundang kembali Lembaga Dewan Adat Kabupaten Poso. Kedua, bilamana salah satu pihak tidak hadir maka Badan Musyawarah Adat Sulteng akan mengambil keputusan.

Laporan: Humas Pemprov Sulteng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *