Jakarta, Lensa Jurnal – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas memperkirakan Indonesia bisa rugi Rp544 triliun hingga 2024 lantaran perubahan iklim.
Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam mencontohkan peningkatan suhu bumi dapat memicu gelombang tinggi yang membuat masyarakat di pesisir pantai rentan mengalami bencana.
Selain itu, perubahan suhu bumi juga dapat menyebabkan cuaca ekstrem, baik hujan maupun kekeringan yang dapat menyebabkan banjir, longsor, dan kebakaran hutan.
“Ini tentu akan berdampak pada produktivitas sektor terkait seperti pertanian dalam produksi padi yang akan menurun, dan lainnya,” ujar Medrilzam dalam webinar ‘Transisi Ekonomi Hijau’ seperti dikutip dari Antara, Kamis (6/1).
Ia menuturkan dampak perubahan iklim bagi sektor pertanian berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp78 triliun di 2024.
Kemudian, untuk sektor kelautan di pesisir pantai akan mencapai Rp408 triliun. Menurutnya, kerugian akan disebabkan oleh badai La Nina yang berdampak tinggi dalam lima tahun terakhir.
Sementara, sektor perairan diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp24 triliun dan sektor kesehatan diprediksi mengalami kerugian Rp31 triliun.
“Catatan dalam teman-teman BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), hampir 99 persen di 2020 bencana alam yang terjadi di Indonesia terkait dengan hidrometeorologi (faktor alam). Bencana lain seperti tektonik, vulkanik itu kecil,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adi Budiarso menyebut RI membutuhkan dana sekitar Rp300 triliun untuk menangani perubahan iklim.
Ia menjelaskan dana tersebut dapat diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), swasta dan investor luar negeri.
“Itu 27 persen dari APBN. Kami lakukan budget packing, kami juga beri budgeting ke pemerintah daerah,” kata Adi.
Kemudian, 33 persen dari total Rp300 triliun itu akan dipenuhi oleh sektor swasta. Sementara, sisanya akan dicari dari filantropi maupun investor luar negeri.
Menurut Adi, apabila investor tidak mulai berinvestasi pada perekonomian hijau, Indonesia harus menghadapi perubahan iklim yang dapat menyebabkan bencana dengan dana rehabilitasi hingga Rp35 triliun per tahun.
Terlebih, di tengah pandemi, empat persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) harus dikeluarkan untuk menghadapi bencana kesehatan dalam satu tahun.
Indonesia sendiri turut dalam komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) guna mengurangi emisi karbon 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional untuk mengatasi perubahan iklim.
Terdapat lima sektor dengan emisi karbon yang akan dikurangi yakni kehutanan, energi, transportasi, limbah, dan pertanian.
“Energi dan transportasi walau nomor dua itu dari sisi cost luar biasa besar, ongkosnya sekitar Rp300 triliun per tahun sendiri kebutuhan investasinya,”
Artikel ini sudah tayang pertama kali di CNNIndonesia
Respon (1)